Monologue 18 (Ombak dan Pelaut)

7:51 AM LovelyBunny001 0 Comments

Aneh sekali ketika aku menyiapkan diri untuk mendudukan bokong dan menyerahkan sepenuhnya kemalasan pada kursi santai di teras belakang rumah sambil menyeruput secangkir teh
Saat itu matahari sangat terik dan angin berhembus hangat seperti sehelai kain sutera menyentuh pipi
Dan bila aku mulai pergi ke lautan kembali untuk melepas sauh, seketika pula angin rusuh dan berbondong-bondong cumulusnimbus berarak berbaris dan berdesak-desak di atas pusar kepala sambil congkak melemparkan gemuruh
Begitu pula dengan angin yang seperti ikut marah-marah pada pokok-pokok nyiur di tepi pantai yang diberondong tampar menampar dengan air laut dan membentuk gelombang ombak menyerang pasir
Kekasihku marah, karena setiap aku ke lautan dan bertempur dengan ombak ia bilang tak dapat menghubungiku karena hatiku pula ikut terseret-seret dan terhempas ombak dan angin laut yang jahanam
Yang paling buruk, ketika aku pulang tak kutemui ia menyambutku dengan senyuman hangat tapi murka yang tak pantas kudapatkan karena seharusnya ia memaki pada ombak
Lalu aku tak bisa berbuat apapun kecuali menenangkannya dengan sebuah cumbuan lewat menyerahkan jiwa dan ragaku padanya seutuhnya dan berjanji aku takkan melaut lagi agar aku dapat terus dekat dengannya
Ia sangat puas dengan mengembangkan senyum serupa sinar matahari yang secerah sepanjang hari ini, dan menjawab padaku
Kau tidak boleh meninggalkanku meskipun engkau akan menemukan bagian tulang yang memberikan rasa kosong di rongga dadamu, dan engkau akan membawanya kesini untuk bertemu denganku
Lalu ia memberikanku ijin untuk melaut lagi, anehnya kali ini disuruhnya aku ikut membawanya serta, dan langit seketika cerah seperti saat aku duduk di kursi malas dengan angin sehangat sutera yang menyentuh bulu-bulu halus di tanganku yang sedang menavigasi kapal kehidupan

You Might Also Like

0 komentar: