JOG Escape Project (Part: Merbabu)
Hey guys, how's life? I'm coming back to office after long holiday. Then I just got spare time to report about it. Pardon me if it is bilingual. Sometime learn my language isn't hard if you want to know. Here is my escape project story about going away from chaos of life.
I've already planned it shortlt before Ied Holiday come. I though would be perfect like my first plan. Here my Plan A places that I wanna go:
1. Merbabu, Mt
2. Borobudur Temple
3. Trisik & Glagah Beach
4. Malioboro St.
5. Kalibiru Forest Park
6. Pindul Cave
The reality through me to:
1. Southern Ocean Line of Java
2. Prambanan Temple
3. Merbabu Mt.
4. Malioboro St.
Penduduk desa Wekas sangat ramah, kearifan mereka memang benar-benar menggambarkan masyarakat desa yang hidup dan kerukunan dan jauh dari hiruk-pikuk masalah rumit di perkotaan. Sesuatu yang saya rindukan. Mereka bertani brokoli dan daun bawang, sebagian juga ada yang menanam tembakau.
Nah kemarin sebelum mulai mendaki gunung, saya dan adik saya sempat mencicipi sarapan dulu dirumah basecamp tempat kami menginap ketika baru tiba dari perjalanan Jogjakarta- Wekas malam via motor. Menu makanannya biasa saja, nasi goreng dan indomie rebus. Tapi saya sangat suka dengan sayurannya. Brokoli dan daun seledri besar-besar dan masih hijau serta dingin. Fresh from the ground.
Kita adalah melampaui apa yang kita pikirkan dapat kita lakukan. Asalkan punya keinginan yang kuat untuk melakukan sesuatu kemudian berusaha dengan hishakakouchi (kerja keras), apapun itu. Dan kalau kita sudah merasa sekuat tenaga sudah melakukannya dan tidak memiliki kekuatan lagi, katakan pada diri kita. Sudah sebanyak ini, tinggal sedikit lagi. Kenapa menyerah?
Dan inilah saya, tiba di puncak Merbabu setelah 8 jam perjalanan vertikal mendaki. Umumnya untuk ukuran pendaki normal, alias yang bukan amatiran seperti saya. Mendaki Merbabu hanya memerlukan waktu sekitar 3 jam. Dan sebenarnya juga adik saya bisa saja meninggalkan saya terlebih dahulu untuk naik ke atas, dan dia bisa sampai dengan range waktu normal pendakian yang biasa ia lakukan, tetapi ia memilih menunggu saya yang berjalan dengan sangat lambat karena banyak kehabisan stamina. Sedikit pembelaan diri, jalur Wekas ini menurut adik sayapun adalah jalur pendakian Merbabu yang paling ekstrim dari yang biasa ia lalui. Malah tadinya kami mau naik lewat jalur Selo, hanya saja meskipun jalurnya landai tetapi banyak memakan waktu.
Pengalaman pertama saya ketika mendaki sangat luar biasa, selain jalur pendakian yang ekstrim. Saya sangat menyukai pengalaman sosial yang saya dapatkan selama melakukan kegiatan. Setiap orang yang saya temui baik selama mendaki naik maupun menuruni gunung, mereka selalu tersenyum dan menyapa saya. Ekspresi yang ditunjukkan adalah raut wajah positif, sambil menyapa dan berkata: Semangat mbak, mas!" Benar-benar sangat memompa semangat yang mulai kendur karena kecapaian dan membangkitakan aira positif yang sudah lama hilang.
Sehari semalam ketika nge-camp di puncak saya berpikir, ini pengalaman sosial yang sudah lama hilang dari diri saya. Saya yang sekarang introvert dan cenderung pemikir. Hanya ingin sendirian dan menghindari berbicara dengan orang yang baru dikenal. Tidak terlalu suka mengakrabkan diri dengan kerumunan. Tapi saya menemukan sesuatu yang saya rindukan. Lalu apa yang harus saya lakukan untuk sebuah kebaikan sederhana seperti itu? Besoknya ketika menuruni gunung, saya juga memutuskan untuk melakukan hal yang sama. Menyapa setiap orang dengan senyuman dan mengucapkan kalimat semangat kepada mereka yang sedang dalam perjalanan mendaki naik. Bernyanyi untuk mereka dan menyampaikan sedikir joke ringan ketika sama-sama berhenti di posko untuk beristirahat.
Meskipun di tengah perjalanan, ada sesuatu yang sedikit mengguncang. Sangking semangatnya saya turun gunung, sampai-sampai tidak memperhatikan saya tengah berlari diantara tebing, mungkin karena kelelahan dari pendakian naik juga dimalam sebelumnya tidak sempat nyenyak tidur karena kedinginan.
Sungguh, satu kata yang ingin syaa sampaikan mengenai jalur Wekas. Ganas. Ketika sudah melewati Watu Tulis, medan pendakian selanjutnya yang anda temui lebih ekstrim. Yaitu tebing batu. Setengah tebing batu tepatnya. Tidak seperti mendaki gunung, tapi saya merasa sedang menjadi atlit panjat tebing. Dan untungnya waktu itu hari tidak terlalu panas, sehingga kecapaian yang dirasakan tidak ditambah dengan panas udara.
Ini benar-benar pendakian amatir. Sebenarnya plus saya merasa kasihan dengan adik saya. Kami tidak pernah berhasil summit untuk sunrise dan sunset moment. Saya juga merasa sangat menyesal. Saya berharap dapat mengulang waktu. Seharusnya saya dapat menahan dingin yang luar biasa ini dengan keluar tenda dan sedikit mendaki ke puncak Syari atau Kunto Songo. tetapi saya lebih memilih diam di tenda. Pokoknya saya janji, lain waktu saya akan summit, tanpa alasan apapun.
Menikmati senja sambil minum green tea latte kesukaan saya dan duduk manis di atas padang rumput di tepi bukit. Menunggu detik-detik matahari terbenam dan menyanyikan lagu romantis kesukaaan saya. Meskipun saya tidak punya pasangan, tetapi inilah hakikat kebahagiaan untuk saya. Saya sangat bersyukur terhadap rizki kesehatan dan kebahagiaan. Dan yang paling saya syukuri saya masih ingat bagaimana caranya bersyukur.
0 komentar: