Lalu kau datang, membuatku yang suka diam semakin sering diam

Mendengarkanmu saja, sampai bibirku menjamur dan dirajut sarang laba-laba rumahan

Bagiku kau menarik seperti konstelasi bintang-bintang malam

Dimana aku harus menambahkan ISO yang pas agar kau dapat kutangkap dengan apik

Tapi namamu kuberi arti senja yang tersenyum

Jadi meskipun kau telah meninggalkan sore

Gradasi warna jingga mu memekat merah menarik malam datang

Seperti kau yang selalu aku rindukan esok hari

Jawablah dengan kenyataannya, apakah kau menyukai puisiku?

Apakah kau benar-benar pernah mengejarku?

Apakah kau pernah menguntit dibelakangku ketika aku pulang?

Apakah kau bertanya pada teman-temanmu tentangku ketika kau tak dapat disini?

Nanti kalau aku pergi, apa kau akan mengejarku seperti ketika kau minta kutemani didalam ruangan yang gelap sendirian?

Apakah kau akan menangis untukku ketika aku katakan tidak atas permintaanmu untuk pertama kalinya?

Apakah aku telah menyakitimu seperti jalang lainnya? Katakan bagaimana bisa?

Ah. Sudahlah.

Aku menyayangimu dengan cara yang haram, maafkanlah aku tak layak. Menderu didalam hidupmu yang badai. Aku tak tulus, aku tak jujur. Maafkanlah jika kau tak ingin mengulang kembali. Jika aku tak bisa memasak paku pada pintu kayu yang sudah rusak. Apakah aku ada atau tidak dalam hidupmu, maafkanlah sayangku. Maafkanlah aku terlalu mudah jatuh cinta padamu.