Musik Melewati Memori: Melodi Mozaik Mesin Waktu

2:00 AM LovelyBunny001 0 Comments

Seluruh bagian bumi ini tercipta diiringi sebuah musik. Bahkan Tuhan pun menciptakan musik melalui alam. Tapi manusia memiliki kemampuan indrawi dan artistik yang luar biasa. Instrumental dan perkusi menjadikan manusia memasukkan suara mereka melewati celah-celah ruang nada. Sama seperti Tuhan menyelipkan sebuah pohon mahoni diantara hutan pohon pinus.


Saya besar dengan mengenal banyak genre musik. Bapak suka memutar berbagai jenis musik setiap sore dan akhir pekan, ia juga pintar memainkan alat musik terutama gitar dan harmonika. Tapi ia bertemu dengan ibu yang selera musiknya parah dan sangat tak pandai mengeksperikan jiwa seni. Tidak terlalu rumit tapi semuanya mampu menyentuh saya. Meskipun masih kategori genre musik umum yang fundamental, dan tidak bisa dikatakan juga bahwa saya memiliki jiwa bermusik yang lumayan tasteful. Karena jujur saya hanya penikmat, tidak bisa memainkan satupun alat musik. Tapi kali ini saya akan membahas banyak hal secara pengalaman pribadi melewati pelbagai jenjang usia dengan menikmati genre musik yang berbeda pula. Inilah pengalaman musik saya melewati berbagai era.

Oke kali ini saya akan benar-benar menulis. Ketika keluarga kami berpindah ke sebuah pulau di Kepulauan Anambas, Bapak yang seorang penjaga mercusuar sering mengajak saya mengelilingi pulau. Kadang kami menerabas hutan atau menaiki perahu dan mengelilingi hutan bakau sambil melihat monyet bergelantungan. Air laut di pulau tersebut sangat jernih sehingga semua mahluk dibawahnya dapat terlihat. Bapak meniup harmonika sambil perahu kami sesekali diterpa ombak kecil dan meliuk-liuk. Yang saya ingat, musik nya adalah blues. Tapi jujur saya tak paham sama sekali. Hanya seorang gadis kecil yang suka bermain sendiri. Tapi saya tahu saya akan merindukan musik seperti itu. Mungkin bapak juga pernah memainkan lagu Neil Young, mungkin seingat saya seperti itu.



Lalu ketika saya berpindah kerumah Bude dan Mbah Kakung di Jawa dan harus berpisah dengan Bapak, disini berbeda. Hanya ada petualangan sendirian, melewati pematang sawah dan melihat kerbau sedang mandi di sungai yang sama dengan bocah-bocah dekil yang sedang menyibak air sungai satu sama lain sambil terbahak. Mencuri jambu batu dengan memanjat sembunyi-sembunyi pagar tembok rumah orang yang saya lewati ketika menemukan jalan pendek agar cepat sampai kerumah. Mengambil buah melon pohon yang jatuh karena kematangan dan pemiliknya tidak peduli. Menari diantara hutan bambu di tepi sungai dan bergidik ngeri melewati pemakaman keluarga yang antik dan menari bahagia diantara hamparan kebun tembakau. Ketika pulang kerumah, Mas pertama saya tidak masuk kuliah dan sedang tidur siang sementara album Bintang Lima dan Kisah Klasik Untuk Masa Depan pemberian pacarnya masih terus memutar berulang-ulang bahkan hingga saya muak dan juga ikut tertidur.





Kembali kerumah lagi setelah tiga tahun berpisah dengan Bapak rasanya berbeda. Setelah itu semuanya berubah. Hidup jadi semakin keras dan tak pernah ada petualangan lagi. Kami pindah ke sebuah rumah di Kota kecil yang jauh dari akses ke pantai, hutan atau apapun lah itu yang mengandung unsur alam. Semenjak itu hari-hari saya disibukkan dengan pelajaran di Madrasah dan bagaimana caranya menjadi seorang pemberontak cilik yang haus akan petualangan, di tengah kota kecil. Adalah Linkin Park dan Avril Lavigne yang menemani masa kejailan dan penuh kebodohan karena selalu bolos dan tidak pernah menghapal ayat-ayat Quran seperti yang disuruh Ustadz dan Mudarrisiyah. Dan setiap sore adalah saat yang tepat untuk menggunakan sendal jepit ayah kemudian kabur ke warnet untuk sekedar membuang waktu ber-chatting ria dengan orang diluar dunia yang tak pernah saya datangi. Berbahasa asing, berpikiran asing dan bertingkah laku asing. Lima tahun yang hebat, sangat semakin hebat ketika bertemu seorang rival yang merupakan cinta pertama saya. Dan semakin hebat ketika saya menemukan Kenji. Tidak, Kenji yang menemukan saya. Kami saling bertukar surat dari negeri antah berantah dan berpuncak pada menghancurkan furniture kelas lalu mengunci ruang kelas dengan sengaja sementara jam sekolah belum berakhir dan masih ada tas-tas semua teman sekelas didalamnya. Lalu kabur ke warnet setelah melakukan semua perbuatan vandalisme itu, berdua. Pada jam pelajaran komputer. Kenapa? Karena kami sangat terinspirasi dengan gaya punk rock Linkin Park, Nirvana, Limb Bizkit, Gun N Roses dan Blink 182. Mereka manis, dan BadBoy!


Ah, ini serius. Tapi semua hal menjadi kacau ketika anak laki-laki berhasil mencuri perhatian anak perempuan Bapak. Semenjak tahu jatuh cinta saya jadi tak karuan, semakin malas belajar dan sering cabut di jam pelajaran matematika. Karena saya sedang jatuh cinta dengan seorang Badboy. Dan sialnya disaat bersamaan saya terjebak dengan cinta seorang Badboy yang tidak saya mengerti kenapa bisa jatuh cinta dengan saya yang aneh ini. Tapi kami tak bisa berpacaran. Saya masih anak sekolah, mungkin dua atau tiga tahun lagi. Setelah selesai maju giliran hafalan Quran Hadist adalah masa yang tepat untuk mendengarkan Ruang Rindu dan Sandaran Hati di perpusatakaan. Saat yang mengecewakan pula dimana mendengar kabar bahwa Chester Bennington sementara waktu harus beristirahat total untuk menyembuhkan suaranya paska operasi dan Avril Lavigne menjadi .... girly punk rock girl? Dang it! Ah, Dido lah yang paling mengerti kekalutan hati seorang pecinta musik ini, halah!


Selamat tinggal Madrasah, selamat tinggal rok panjang yang sengaja dirobek jahitannya sampai selutut agar bisa sparring dengan teman-teman lelaki sekelas dan bisa memanjat pagar belakang asrama. Saatnya bertemu Mospek dan kakak-kakak tampan yang idealis seideal senyumannya yang membuat diabetes. Mungkin alasan saya bodoh ketika lebih memilih Sosiologi dibanding juruan lainnya, karena seharusnya kelas itu hanya akan membicarakan kenapa anak-anak remaja nakal dan orang tua memiliki masalah dengan tetangga nya dan kenapa para pemikir hebat tidak punya agama. Ini semakin rumit, ketika di sepanjang lorong setiap jam aktif perkuliahan mulai terdengar suara instrumental musik-musik jazz klasik melalui speaker kecil yang dipasang di setiap sudut langit-langit lorong fakultas. Selamat datang ke dunia rumit ini Jason Mraz, I'm Yours!


Bosan, bosan dan bosan .... Kuliah, Kerja, Kuliah, Kerja. Pulang kerumah dan semakin tertekan ketika akhir pekan tiba dan saya tak bisa bangun siang. Ini semakin menyiksa karena tak pernah punya pacar yang pintar dan suka diajak berdebat. Lalu datanglah seorang sahabat dari jauh, mendobrak pintu seorang gadis kecil petualang dan memaksanya untuk keluar rumah dengan melompati jendela kamar untuk pergi sejauh mungkin yang ia bisa. Dan petualangan mengelilingi laut dan pesisir Indonesia pun dimulai. Kelaparan dan terasing, menjadi sedekil-dekilnya daripada penyair jalanan Ambarawa. Hingga ke sebuah helideck yang menghadap ke senja apik di lautan Labuhan Bajo. Tenggelam menyisakan kenangan indah penutup fajar yang tak akan pernah saya lupakan. Seperti ketika pada suatu hari yang cerah, ada yang sedang jatuh cinta dan berjalan menyusuri pantai. Mereka mengenakan sepasang baju, Merah dan Putih. Seindah Indonesia dan Pantai Pulau Rinca.

Bapak pergi untuk selama-lamanya. Meninggalkan banyak pertanyaan dan perasaan gelisah. Dunia tidak runtuh dan tak ada gunung yang meletus pada saat itu. Suatu Jum'at yang indah untuk pergi meninggalkan dunia ini. Di pembukaan hari yang penuh berkah. Semuanya hanyalah sebuah mimpi. Lalu ketika bangun di sabtu pagi akan ada senyum itu, dan suara gaduh seperti biasanya yang menyuruh satu-satunya anak gadis dirumah untuk mandi. Tapi ia sudah pergi, dan tak ada kata kembali. Bahkan hingga tiga tahun berikutnya tidak ada suara harmonika yang saya rindukan itu, tidak ada jejak-jejak petualangan dan mengambil buah yang tumbuh liar di hutan. Tidak ada yang menjaga dan mengatakan bahwa sakit itu tidak sakit asalkan ada ia disitu. Bahkan tersesat dan mati suri diantara hutan rimba gedung-gedung pendobrak langit ini pun meyakinkan saya bahwa akan ada senyum itu lagi. Semanis dan sesejuk embun di kaki Gunung Semeru. Atau seputih kabut di pematang sawah Ubud pada pukul setengah enam pagi. Kami akan berpetualang lagi dan tersesat. Atau setidaknya jika ia tak mampu kembali, ia harus mengirimkan saya seorang malaikat yang dapat menggantikannya disini.

Hidup adalah pilihan. Dan tahu, ada yang tak sempat di ucapkan. Sebelum pada akhirnya kita menyerah ...

You Might Also Like

0 komentar: