Homecoming Project: Neptunus dan P Ramlee

3:23 PM LovelyBunny001 0 Comments

Tidak ada cerita tentang gunung dan air terjun untuk sementara waktu. Mari bercerita tentang pantai! Hey Neptune, I miss you so much~

Sebenernya saya sudah jalan jalan sejak dua minggu paska pulang kerumah. Fyi, saya benar-benar pulang. Artinya saya tidak akan pergi kemana-mana a.k.a kabur sampai batas waktu yang ditentukan. Oke kembali ke jalan-jalan, ini beneran jalan-jalan lho bukan acara kabur seperti biasanya. Ah ayolah ceritakan saja tentang jalan-jalan itu kepada mahluk tukang intip diluar sana yang jumlahnya lebih sedikit dari alismu Etna!
Hahahahaha

Kota kecil tempat saya tumbuh besar ini ada di sebuah kepulauan sub tropis di utara Indonesia. Disini dan di banyak pulau lainnya ada beribu ribu pantai eksotik, yang nggak kalah eksotik sama kulit saya. Untuk di pulau tempat saya tinggal ini saja ada puluhan pantai dan banyak yang belum di eksplorasi untuk kepentingan objek wisata. Karena sebagian besarnya dibiarkan tumbuh alami. Bahkan untuk pantai yang sudah di ekowisata kan pun sebenarnya masih didominasi pengaruh alam.

Ini yang slalu saya rindukan dari rumah. Angin laut berhembus pelan, kencang dan bahkan membawa hujan badai disertai petir ini tidak akan pernah hilang dari ingatan saya. Pantai pasir putih sehalus serbuk garam yang baru keringkan, pantai hitam dan pantai berlumpur serta warna air laut hijau tosca dan langit yang selalu merekah, biru dengan kumpulan awan-awan kapas yang membangun lintasan. Pelan berarak mengikuti arah angin. Dan sore tak pernah menjanjikan senja yang indah. Karena disini senja yang indah adalah tanda semua masih berjalan normal seperti biasanya.

Angin dan ombak di akhir tahun selalu melebihi batas kewajaran, dibeberapa tempat wisata yang ada di pinggir pantai (sebenernya pulau ini memang hanya punya pantai untuk tempat wisata yang layak) dianjurkan untuk tidak berenang apabila sudah masuk ke bulan ber-ber an. Karena khawatir wisatawan juga akan terbawa arus ombak yang kuat jika tidak terlalu mahir berenang. Pokoknya kalau ke pantai di bulan segini nih nggak cocok buat mainan air, apalagi pasir. Karena pasirnya sudah digenangi air laut yang pasang. Jadi hanya bisa melihat pemandangan yang tetap indah. Kemarin itu ceritanya saya sedang berkunjung ke salah satu pulau untuk mendapatkan inspirasi, karena jadi pengangguran selama tiga bulan membuat otak saya semakin mengalami kemunduran. Dan salah satu cara mengatasi itu adalah pergi menimba ilmu. Ilmu yang bermanfaat. Mungkin karena sudah lama tidak kena goyang ombak laut, kepala saya langsung muter-muter dan bawaannya pengen mengeluarkan isi perut. Untungnya mata nggak ikutan mau istirahat juga, karena didepan ada layar televisi yang menyajikan sebuah pilem komedi melayu lawas. P Ramlee, dkk itu sejenis warkop dki versi tanah melayu. Memang benar orang melayu ahlinya temberang, bahkan ketika berlakon adegan serius pun tetap lucu kelihatannya, seperti contohnya ketika adegan penangkapan kasim baba karena mencuri di sarang penyamun. Dialog dan gesture mereka benar-benar tidak seperti menunjukkan adegan sadis ketika kepala kasim baba mau dipenggal oleh raja penyamun. Akhirnya saya jadi lupa untuk mabuk perjalanan karena nonton pilem sambil ngakak karena kekonyolan mereka. P Ramlee dkk juga yang berjasa memperkenalkan bahasa melayu kepada saya, karena dulu setiap weekend selain nonton natgeo saya juga nonton cerita melayu di channel negeri seberang. Bukan karena ceritanya konyol, tapi waktu itu saya blum mengerti bahasa melayu sama sekali jadi sumber bahan tertawa saya adalah bagaimana cara mereka berbicara dengan bahasa asing tersebut. Sekarang malah jadi salah satu native language saya. Fyi, P Ramlee sangat terkenal disini, konon katanya beliau lahir dan besar di kota ini. Makanya beliau sangat tersohor atau terkenal dan tak lekang oleh jaman. Padahal sudah lama tutup usia.

Tapi maaf. Sungguh kali ini saya tidak ingin menyebutkan dimana saya berada. Atas dasar alasan bahwa siapapun yang membaca tulisan ini lebih baik menyadari keindahannya saja. Atau jika tetap penasaran, silahkan cari. Berpetualanglah!

Pulau sub tropis dengan luas hampir satu setengah kali lebih besar dari kota Jakarta dan pulau Singapura. Ada dua wilayah administratif dimana yang satunya berperan sebagai kabupaten penghasil ekowisata terbaik di propinsi dan yang satunya sebagai ibukota propinsi penghasil pegawai negeri terbalik di propinsi. Saya tinggal di ibukota propinsi.

Ketika pertama kali pulang sebenernya saya masih merasa agak sedikit afasia kalau disini sering hujan lokal, artinya jangan heran ketika sedang berkendara atau sedang ada di suatu tempat tiba-tiba ketika sampai ke tempat lainnya meskipun berbeda hanya beberapa meter tiba-tiba langsung diguyur hujan deras. Tidak, kita ini tidak sedang melewati batas dimensi waktu terestrial. Tapi memang kontur wilayah dan suhu disini tidak merata maka begitu juga dengan perubahan cuacanya. Tapi udara dan air yang tidak tersentuh limbah produksi memang terbaik. Meskipun sering kebasahan karena kena serangan hujan lokal mendadak saya tidak pernah sakit, dan udara sub tropis ciri khas kepulauan ini membawa angin segar untuk menghembuskan jauh hawa panas dari sinar matahari yang tanpa pembias gedung-gedung kaca tinggi bertingkat. Dan kemanapun saya pergi, tidak perlu takut tersesat dan tidak memerlukan bantuan peta satelit. Karena kota ini sangat kecil.

Kecil untuk kita yang menginginkan hidup dengan tingkat ekskalasi tinggi. Yang menginginkan hidup jauh dari kemapanan untuk tidak khawatir tentang kinerja bulan ini dan jumlah gaji bulan depan dan untuk yang berpikir bahwa mengenal orang-orang tertentu akan membantu banyak hal yang dikhawatirkan.

Maafkan saya yang tidak bermaksud sedikitpun untuk ofensif hanya karena masalah kemunduran karir yang saya alami selama pulang kesini. Tapi penilaian ini saya lakukan karena saya besar disini, dan setelah melihat dunia luar untuk waktu yang singkat dan kembali kesini, tak ada sedikitpun hal yang berubah. Ini kacamata saya, ada sebuah pusat perbelanjaan baru di kota ini. Awalnya hype masyarakat masih luar biasa karena hampir setiap hari kunjungan lumayan padat, tapi lama kelamaan kembali sepi, apalagi di sebuah supermarket. Saya tidak heran dengan anomali sebuah pusat perbelanjaan besar akhirnya dibangun di kota pegawai negeri ini. Tapi yang jadi pertanyaan sebuah supermarket yang menjual kebutuhan dasar sehari-hari juga terlihat sepi. Ini bukan hanya terjadi sekali tapi setiap saya berkunjung ke tempat tersebut. Usut punya usut ternyata katanya si anu dan si itu kalau harga barang yang dijual disana lebih mahal dari harga barang ditempat lainnya. Baiklah. Sudah. Saya tidak akan komen lagi. Lain kali jangan menye-menye minta dibangunin mall kalau tidak siap dengan inflasi ekonomi dompet. Sekian.

You Might Also Like

0 komentar: